Chiah-Isna-Wachid-Robi-Intan |
METODE PENDIDIKAN
PADA MASA ROSULULLOH SAW
A.
PENDAHULUAN
Pendidikan
Islam merupakan suatu bagian pembahasan penting dalam dunia pendidikan di
sekolah tinggi agama Islam. Erat kaitannya dengan proses bagaimana terbentuknya
Islam dari sejak zaman Jahiliyah (sebelum Islam datang) hingga sampai Islam di
era sekarang. Tentunya perjalanan tersebut tidaklah berjalan secepat dan
semudah membalikkan telapak tangan kita. Islam yang diketahui memiliki banyak
aspek yang dipelajari sehingga bisa diamalkan dalam kehidupan umat diseluruh
alam. Proses pembentukkan dan penyebarannya memerluka waktu yang lama.
Sebagai
umat Islam dan sekaligus bagian aktif yang masih berperan dalam dunia
pendidikan tentunya mempelajari sejarah pendidikan Islam sangat penting. Dengan
mempelajari sejarah pendidikan Islam kita dapat mengetahui faktor – faktor yang
menyebabkan kemajuan dan kemunduran Islam. Selain itu, mempelajari sejarah
pendidikan Islam juga bermanfaat untuk menumbuhkembangkan wawasan generasi
Islam dalam hal yang berkaitan dengan penngetahuan tersebut.
Menelusuri
sejarah pendidikan Islam, tentu saja harus dimulai dari awal munculnya agama
Islam pada masa rosulullah Muhammad SAW. Pada kesempatan kali ini, selaku
pemakalah akan menyampaikan beberapa topik kaitannya dengan pendidikan Islam
pada masa nabi Muhammad SAW yaitu, Metode Pendidikan yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW.
B.
METODE PENDIDIKAN PADA ROSULULLOH
SAW
1.
Sekilas Kondisi Objektif Masyarakat Arab Pra-Risalah
Untuk mengenal metode pengembangan dakwah atau pendidikan yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, terlebih dahulu kita mengenal situasi dan
kondisi masyarakat Arab Pra-Islam (sebelum risalah Muhammad SAW) sebagai
kondisi objektif mad’u yag
dihadapi Rasulullah SAW.
Sebelum risalah Nabi Muhammad SAW, kondisi kehidupan masyarakat
Arab secara umum dikenal sebagai masyarakat Jahiliyah, zaman kebodohan, atau
dalam istilah Al-Qur’an diisyaratkan sebagai kehidupan adz-dzulumat.
Disebut demikian karena kondisi sosia, politik, dan kehidupan spiritualnya yang
dalam waktu cukup lama tidak memiliki Nabi, Kitab Suci, Ideologi agama, dan
tokoh besar yang membimbingnya. Mereka tidak memiliki sistem pemerintahan dan
hukum yang ideal dan tidak mengindahkan nilai – nilai moral. Tingkat
keberagamannya hampir kembali pada masyarakat primitif yang jauh dari nur
Ilahi. Mereka terpecah belah menjadi berbagai suku yang saling bermusuhan
sehingga secara politis tidak mengenal sistem pemerintahan pusat yang dapat
mengendalikan perpecahan dan permusuhan. Sebagian mereka belum mengenal sistem
hukum. Hukum yang berlaku bagaikan hukum rimba, yang kuat menindas yang lemah.[1]
Wilayah geografis yang didiami bangsa Arab sebelum Islam datang,
orang membatasi pada dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Disana
tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang ada hanya lembah – lembah berair di
musim hujan. Sebagian besar daerah Jazirah adalah padang pasir Sahara yang
terletak di tenngah dan memiliki keadaan dan sifat yang berbeda – beda. Pendduk
Sahara sangat sedikit terdiri dari dua suku – suku Badui yang mempunyai gaya
hidup pedesaan dan nomadik, berpindah satu daerah ke daerah yang lain guna
mencari air dan padang rumput untuk binaang gembalaan mereka, kambing, dan
onta. Adapun daerah pesisir, bila dibandingkan dengan Sahara sangat kecil,
bagaikan selembar pita yang mengelilingi Jazirah. Penduduk sudah hidup menetap
dengan mata pencaharian bertani dan berniaga. Karena itu, mereka sempat membina
berbagai macam budaya, bahkan kerajaan. [2]
Dari segi kebudayaan masyarakat arab terkenal dengan mahir dalam
berbahasa dan bidang syair. Bahasanya sangat kaya sebanding dengn bahasa bangsa
Eropa. Hal tersebut merupakan konstribusi yang cukup penting dalam pengembangan
dan penyebaran Islam.[3]
Adapun dari segi keagamaan kebanyakan masyarakat bangs Arab
merupakan penyembah berhala, ecuali sebagian kecil yang menganut agama Yahudi
dan Nasrani. Selain dari penyembah berhala, mereka juga yang menyembah
matahari, bintang, dan angin. Beberapa dari mereka ada yang atheis, tidak
mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa, adanya hari pembalasan, dan tidak
mengakui keabadian jiwa manusia. Setiap daerah dan suku, masing – masing
mempunyai dewa dewi (berhala). Diantara berhala yang paling dipuja oleh mereka
adalah Al-Uzza, Al-Latta, Manah,dan Hubal. [4]
Adapun faktor positif dari sifat dan karakter masyarakat bangsa
Arab adalah:
a.
Mempunyai ketahanan fisik yang prima
b.
Pemberani
c.
Daya ingat kuat
d.
Kesadaran akan harga diri dan martabat
e.
Cinta kebebasan
f.
Setia terhadap suku dan pimpinannya
g.
Pola kehidupannya yang sederhana
h.
Ramah tamah
i.
Mahir dalam bersyair
Akan
tetapi sifat – sifat dan karakter baik itu seakan tidak ada maknanya, karena
diselimuti kondisi ketidakadilan, kekejaman, dan keyakinan terhadap khurafat.[5]
2.
Metode Pendidikan Nabi Muhammad SAW
Awal dari pendidikan yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW adalah
tatkala beliau menerima perintah dari Allah SWT untuk menyeru kepada-Nya,
sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al Mudatsir (1-7) yang artinya :
“Hai orang yang
berselimut, bangun, dan beri ingatlah. Hendalah engkau besarkan Tuhanmu dan
bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau
memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak dan untuk
(memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah”.
Dengan
turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Mulanya beliau
melakukannya secara diam-diam di lingkungan keluarganya sendiri. Pertama beliau
mengajak isterinya, Khadijah untuk beriman dan menerima petunjuk – petunjuk
Allah SWT, kemudian diikuti oleh sepupunya Ali bin Abi Talib, dan Zaid bin
haritsah dari kalangan budak. Lalu beliau mulai menyeru kepada sahabatnya yaitu
Abu Bakar. Dan secara berangsur – angsur ajakan tersebut disampaikan secara
lebih meluas, tetapi masih dikalangan keluarga dekat dari suku quraiys saja. Ajakan
rasulullah antara lain untuk mempercayai Allah YME, tidak syirik, berakhlak
mulia, dapat dipercaya, jujur, sekaligus berilmu.
Setelah
beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual turunlah perintah agar nabi
menjalankan dakwah secara terbuka.
Dalam memberikan dakwah atau pendidikannya Nabi
Muhammad menggunakan beberapa metode, diantaranya:
1. Metode Graduasi (Al Tadarruj)
Metode graduasi atau penahapan merupakan metode
alqur’an dalam membina masyarakat, baik dalam melenyapkan kepercayaan dan
tradisi jahiliyah maupun yang lain. Demikian pula dalam menanamkan aqidah, al
qur’an juga menggunakan metode graduasi ini. Oleh sebab al qur’an diturunkan
kepada rasul secara berangsur-angsur (bertahap), maka tidak heran juga ketika
nabi menerapkan konsep tersebut dalam penyampaian pendidikannya.
2. Metode Levelisasi
Penyampaian materi pelajaran yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW sering berbeda antara orang satu dengan orang yang lain. Hal ini
beliau lakukan, karena beliau sangat memperhatikan level-level atau peringkat
dan kemampuan kecerdasan intelektual seseorang dalam menangkap sebuah
pelajaran. Demikian dilakuakan dengan tujuan agar materi yang disampaikan
beliau benar-benar bias diterima oleh peserta didik. Terkadang Rasulullah
berbicara tidak hanya memperhatikan tingkat kecerdasan seseorang saja,
melainkan juga memperhatikan kecerdasan emosionalnya.
3. Metode Variasi (Al-Tanwi’ Wa
Al-Taghyir)
Untuk menghindari kejenuhan atau kebosanan para
peserta didik, Nabi Muhammad SAW membuat variasi waktu dalam memberikan
pelajaran kepada para sahabat.
Tidak hanya bervariasi dalam hal waktu, beliau juga
memberikan variasi-variasi dalam penyampaian materi pelajaran. Karena yang
beliau ajarkan adlah wahyu dari Allah SAW yang pada saat itu sedang dalam
proses diturunkan. Oleh sebab materi yang dikirimkan lewat wahyu itu
bervariasi, maka secara otomatis pendidikan yang diajarkan Rasulullah
bervariasi. Menurut Prof. Dr. Muhammad ‘Ajjal al Khatib, metode variasi ini,
baik digunakan dalam materi pelajaran manapun.[6]
4. Metode Keteladanan (Al Uswah wa Al
Qudwah)
Ketika Rasulullah Muhammad SAW memberikan sebuah
materi yang berkaitan pola perilaku atau tingkah laku yang berkaitan dengan
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari, sebelum beliau menyampaikan kepada
peserta didik, terlebih dahulu beliau melakukannya dalam perbuatan sehari-hari.
Dengan hal demikian, maka peserta didik akan lebih cepat memahami ajaran
Rasulullah.
Selain itu, dalam Al Qur’an juga telah disebutkab
bahwa:
“sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suatu suri tauladan
yang baik”. (Qs. Al-Ahzab: 21)
5. Metode Aplikatif ( At Tatbiqi Wa
Al ‘Amali)
Apabila Rasulullah sudah memberikan teladan-teladan
dalam ajaran-ajaran yang beliau sampaikan kepada peserta didik, maka pada
gilirannya peserta didikpun langsung mempraktikan dan mengaplikasikan ajaran –
ajaran itu dalam kehidupan sehari – hari. Pendidikan Nabi Muhammad SAW tidak
sekedar menyampaikan materi pelajaran saja, melainkan juga langsung diamalkan.
6. Metode Pengulangan (Al Taqrir Wa
Al Muraja’ah)
Metode pengulangan menjadi salah satu metode yang
digunakan beliau, karena dianggap perlu dan penting untuk dilakukan khususnya
dalam materi pelajaran yang penting-penting.
7. Metode Evaluasi (Al-Taqyim)
Sebuah metode yang digunakan oleh Rasul dalam
penyampaian materi pelarannya, dimana beliau tidak hanya berhenti setelah sudah
memberikan materi kepada peserta didik, akan tetapi beliau juga melakukan
sebuah tindakan monitoring dan evaluating. Dalam hal ini, beliau
mengawasi dan mengevaluasi mereka. Apabila terdapat kekeliruan, maka neliau
langsung mengoreksinya. Oleh karena kekeliruan tersebut bisa diketahui langsung
oleh beliau dan terkadang diketahui lewat laporan dari seseorang sahabat.
8. Metode Dialog (Al-Hiwar)
Metode pendidikan Rasulullah selanjutnya adalah Al Hiwar yaitu dialog, Tanya jawab. Dalam
hal ini rasul, berperan sebagai penanya dan pendialog. Sementara peserta
didiknya yang diajak dialog. Dengan metode ini, beliau membentuk peserta untuk
melakukan perubahan yaitu dari tidak tahu menjadi mengetahui, kemudian dan
memahami, dan yang selanjutnya sampai ke posisi meyakini. Metode ini banyak
mewarnai system pendidikan Islam pada masa Rasulullah SAW.
9.
Metode Analogi (Al-Qiyas)
Penerapan metode ini dalam pendidikan Rasul, disini
beliau seringkali menyebutkan ungkapan-ungkapan
dalam mengajarkan agama Islam kepada peserta didik.
10.
Metode Cerita
Metode ini dikemas dengan cara bercerita. Untuk
menanamkan ajaran-ajaran Islam kepada peserta didik, Rasul seringkali
menuturkan kisah orang – orang terdahulu.
C.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa,
pendidikan Islam pada masa Rasulullah SAW itu dilakukan dengan penuh perjuangan
oleh Nabi. Sehingga untuk membantu mempermudah penyampaian materi pelajarannya
dan agar peserta didik dapat menerima, memahami serta mengaplikasikan apa yang
diajarkan oleh beliau dengan baik, maka Rasul menggunakan beberapa metode.
Metode yang digunakan cukup bervariasi, dikemas dengan sedemikian rupa,
sehingga Islam bisa menyebar sesuai dengan yang diharapkan oleh Nabi Muhammad
SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei. 2002. Metode Dakwah Rosululloh. Bandung: Pustaka Setia
Badri Yatim. 2011. Sejarah Peradaban IslaM. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Mustafa Yaqub Ali. 1997. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka Firdaus
Top Casino Site - Choegocasino
BalasHapusWith the biggest and ラッキーニッキー best 카지노사이트 selection of casino games in town, there's always something for everyone to enjoy ทางเข้า m88 at Choegocasino Casino. With a wide selection of