Jumat, 09 November 2012

METODE PENDIDIKAN PADA MASA ROSULULLOH SAW



Chiah-Isna-Wachid-Robi-Intan






METODE PENDIDIKAN
PADA MASA ROSULULLOH SAW

A.    PENDAHULUAN
Pendidikan Islam merupakan suatu bagian pembahasan penting dalam dunia pendidikan di sekolah tinggi agama Islam. Erat kaitannya dengan proses bagaimana terbentuknya Islam dari sejak zaman Jahiliyah (sebelum Islam datang) hingga sampai Islam di era sekarang. Tentunya perjalanan tersebut tidaklah berjalan secepat dan semudah membalikkan telapak tangan kita. Islam yang diketahui memiliki banyak aspek yang dipelajari sehingga bisa diamalkan dalam kehidupan umat diseluruh alam. Proses pembentukkan dan penyebarannya memerluka waktu yang lama.
Sebagai umat Islam dan sekaligus bagian aktif yang masih berperan dalam dunia pendidikan tentunya mempelajari sejarah pendidikan Islam sangat penting. Dengan mempelajari sejarah pendidikan Islam kita dapat mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan kemajuan dan kemunduran Islam. Selain itu, mempelajari sejarah pendidikan Islam juga bermanfaat untuk menumbuhkembangkan wawasan generasi Islam dalam hal yang berkaitan dengan penngetahuan tersebut.
Menelusuri sejarah pendidikan Islam, tentu saja harus dimulai dari awal munculnya agama Islam pada masa rosulullah Muhammad SAW. Pada kesempatan kali ini, selaku pemakalah akan menyampaikan beberapa topik kaitannya dengan pendidikan Islam pada masa nabi Muhammad SAW yaitu, Metode Pendidikan yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW.




B.     METODE PENDIDIKAN PADA ROSULULLOH SAW
1.      Sekilas Kondisi Objektif Masyarakat Arab Pra-Risalah
Untuk mengenal metode pengembangan dakwah atau pendidikan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, terlebih dahulu kita mengenal situasi dan kondisi masyarakat Arab Pra-Islam (sebelum risalah Muhammad SAW) sebagai kondisi objektif mad’u  yag dihadapi Rasulullah SAW.
Sebelum risalah Nabi Muhammad SAW, kondisi kehidupan masyarakat Arab secara umum dikenal sebagai masyarakat Jahiliyah, zaman kebodohan, atau dalam istilah Al-Qur’an diisyaratkan sebagai kehidupan adz-dzulumat. Disebut demikian karena kondisi sosia, politik, dan kehidupan spiritualnya yang dalam waktu cukup lama tidak memiliki Nabi, Kitab Suci, Ideologi agama, dan tokoh besar yang membimbingnya. Mereka tidak memiliki sistem pemerintahan dan hukum yang ideal dan tidak mengindahkan nilai – nilai moral. Tingkat keberagamannya hampir kembali pada masyarakat primitif yang jauh dari nur Ilahi. Mereka terpecah belah menjadi berbagai suku yang saling bermusuhan sehingga secara politis tidak mengenal sistem pemerintahan pusat yang dapat mengendalikan perpecahan dan permusuhan. Sebagian mereka belum mengenal sistem hukum. Hukum yang berlaku bagaikan hukum rimba, yang kuat menindas yang lemah.[1]
Wilayah geografis yang didiami bangsa Arab sebelum Islam datang, orang membatasi pada dua bagian besar, yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Disana tidak ada sungai yang mengalir tetap, yang ada hanya lembah – lembah berair di musim hujan. Sebagian besar daerah Jazirah adalah padang pasir Sahara yang terletak di tenngah dan memiliki keadaan dan sifat yang berbeda – beda. Pendduk Sahara sangat sedikit terdiri dari dua suku – suku Badui yang mempunyai gaya hidup pedesaan dan nomadik, berpindah satu daerah ke daerah yang lain guna mencari air dan padang rumput untuk binaang gembalaan mereka, kambing, dan onta. Adapun daerah pesisir, bila dibandingkan dengan Sahara sangat kecil, bagaikan selembar pita yang mengelilingi Jazirah. Penduduk sudah hidup menetap dengan mata pencaharian bertani dan berniaga. Karena itu, mereka sempat membina berbagai macam budaya, bahkan kerajaan. [2]
Dari segi kebudayaan masyarakat arab terkenal dengan mahir dalam berbahasa dan bidang syair. Bahasanya sangat kaya sebanding dengn bahasa bangsa Eropa. Hal tersebut merupakan konstribusi yang cukup penting dalam pengembangan dan penyebaran Islam.[3]
Adapun dari segi keagamaan kebanyakan masyarakat bangs Arab merupakan penyembah berhala, ecuali sebagian kecil yang menganut agama Yahudi dan Nasrani. Selain dari penyembah berhala, mereka juga yang menyembah matahari, bintang, dan angin. Beberapa dari mereka ada yang atheis, tidak mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa, adanya hari pembalasan, dan tidak mengakui keabadian jiwa manusia. Setiap daerah dan suku, masing – masing mempunyai dewa dewi (berhala). Diantara berhala yang paling dipuja oleh mereka adalah Al-Uzza, Al-Latta, Manah,dan Hubal. [4]
Adapun faktor positif dari sifat dan karakter masyarakat bangsa Arab adalah:
a.       Mempunyai ketahanan fisik yang prima
b.      Pemberani
c.       Daya ingat kuat
d.      Kesadaran akan harga diri dan martabat
e.       Cinta kebebasan
f.        Setia terhadap suku dan pimpinannya
g.      Pola kehidupannya yang sederhana
h.      Ramah tamah
i.        Mahir dalam bersyair
Akan tetapi sifat – sifat dan karakter baik itu seakan tidak ada maknanya, karena diselimuti kondisi ketidakadilan, kekejaman, dan keyakinan terhadap khurafat.[5]
2.      Metode Pendidikan Nabi Muhammad SAW
Awal dari pendidikan yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW adalah tatkala beliau menerima perintah dari Allah SWT untuk menyeru kepada-Nya, sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al Mudatsir (1-7) yang artinya :
“Hai orang yang berselimut, bangun, dan beri ingatlah. Hendalah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah”.

Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Mulanya beliau melakukannya secara diam-diam di lingkungan keluarganya sendiri. Pertama beliau mengajak isterinya, Khadijah untuk beriman dan menerima petunjuk – petunjuk Allah SWT, kemudian diikuti oleh sepupunya Ali bin Abi Talib, dan Zaid bin haritsah dari kalangan budak. Lalu beliau mulai menyeru kepada sahabatnya yaitu Abu Bakar. Dan secara berangsur – angsur ajakan tersebut disampaikan secara lebih meluas, tetapi masih dikalangan keluarga dekat dari suku quraiys saja. Ajakan rasulullah antara lain untuk mempercayai Allah YME, tidak syirik, berakhlak mulia, dapat dipercaya, jujur, sekaligus berilmu.
Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan  secara individual turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka.
Dalam memberikan dakwah atau pendidikannya Nabi Muhammad menggunakan beberapa metode, diantaranya:
1.      Metode Graduasi (Al Tadarruj)
Metode graduasi atau penahapan merupakan metode alqur’an dalam membina masyarakat, baik dalam melenyapkan kepercayaan dan tradisi jahiliyah maupun yang lain. Demikian pula dalam menanamkan aqidah, al qur’an juga menggunakan metode graduasi ini. Oleh sebab al qur’an diturunkan kepada rasul secara berangsur-angsur (bertahap), maka tidak heran juga ketika nabi menerapkan konsep tersebut dalam penyampaian pendidikannya.
2.      Metode Levelisasi
Penyampaian materi pelajaran yang dilakukan Nabi Muhammad SAW sering berbeda antara orang satu dengan orang yang lain. Hal ini beliau lakukan, karena beliau sangat memperhatikan level-level atau peringkat dan kemampuan kecerdasan intelektual seseorang dalam menangkap sebuah pelajaran. Demikian dilakuakan dengan tujuan agar materi yang disampaikan beliau benar-benar bias diterima oleh peserta didik. Terkadang Rasulullah berbicara tidak hanya memperhatikan tingkat kecerdasan seseorang saja, melainkan juga memperhatikan kecerdasan emosionalnya.
3.      Metode Variasi (Al-Tanwi’ Wa Al-Taghyir)
Untuk menghindari kejenuhan atau kebosanan para peserta didik, Nabi Muhammad SAW membuat variasi waktu dalam memberikan pelajaran kepada para sahabat.
Tidak hanya bervariasi dalam hal waktu, beliau juga memberikan variasi-variasi dalam penyampaian materi pelajaran. Karena yang beliau ajarkan adlah wahyu dari Allah SAW yang pada saat itu sedang dalam proses diturunkan. Oleh sebab materi yang dikirimkan lewat wahyu itu bervariasi, maka secara otomatis pendidikan yang diajarkan Rasulullah bervariasi. Menurut Prof. Dr. Muhammad ‘Ajjal al Khatib, metode variasi ini, baik digunakan dalam materi pelajaran manapun.[6]

4.      Metode Keteladanan (Al Uswah wa Al Qudwah)
Ketika Rasulullah Muhammad SAW memberikan sebuah materi yang berkaitan pola perilaku atau tingkah laku yang berkaitan dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari, sebelum beliau menyampaikan kepada peserta didik, terlebih dahulu beliau melakukannya dalam perbuatan sehari-hari. Dengan hal demikian, maka peserta didik akan lebih cepat memahami ajaran Rasulullah.
Selain itu, dalam Al Qur’an juga telah disebutkab bahwa:
“sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suatu suri tauladan yang baik”. (Qs. Al-Ahzab: 21)

5.      Metode Aplikatif ( At Tatbiqi Wa Al ‘Amali)
Apabila Rasulullah sudah memberikan teladan-teladan dalam ajaran-ajaran yang beliau sampaikan kepada peserta didik, maka pada gilirannya peserta didikpun langsung mempraktikan dan mengaplikasikan ajaran – ajaran itu dalam kehidupan sehari – hari. Pendidikan Nabi Muhammad SAW tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran saja, melainkan juga langsung diamalkan.
6.      Metode Pengulangan (Al Taqrir Wa Al Muraja’ah)
Metode pengulangan menjadi salah satu metode yang digunakan beliau, karena dianggap perlu dan penting untuk dilakukan khususnya dalam materi pelajaran yang penting-penting.
7.      Metode Evaluasi (Al-Taqyim)
Sebuah metode yang digunakan oleh Rasul dalam penyampaian materi pelarannya, dimana beliau tidak hanya berhenti setelah sudah memberikan materi kepada peserta didik, akan tetapi beliau juga melakukan sebuah tindakan monitoring dan evaluating. Dalam hal ini, beliau mengawasi dan mengevaluasi mereka. Apabila terdapat kekeliruan, maka neliau langsung mengoreksinya. Oleh karena kekeliruan tersebut bisa diketahui langsung oleh beliau dan terkadang diketahui lewat laporan dari seseorang sahabat.
8.      Metode Dialog (Al-Hiwar)
Metode pendidikan Rasulullah selanjutnya adalah Al Hiwar yaitu dialog, Tanya jawab. Dalam hal ini rasul, berperan sebagai penanya dan pendialog. Sementara peserta didiknya yang diajak dialog. Dengan metode ini, beliau membentuk peserta untuk melakukan perubahan yaitu dari tidak tahu menjadi mengetahui, kemudian dan memahami, dan yang selanjutnya sampai ke posisi meyakini. Metode ini banyak mewarnai system pendidikan Islam pada masa Rasulullah SAW.
9.      Metode Analogi (Al-Qiyas)
Penerapan metode ini dalam pendidikan Rasul, disini beliau seringkali menyebutkan ungkapan-ungkapan  dalam mengajarkan agama Islam kepada peserta didik.
10.  Metode Cerita
Metode ini dikemas dengan cara bercerita. Untuk menanamkan ajaran-ajaran Islam kepada peserta didik, Rasul seringkali menuturkan kisah orang – orang terdahulu.

C.    KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, pendidikan Islam pada masa Rasulullah SAW itu dilakukan dengan penuh perjuangan oleh Nabi. Sehingga untuk membantu mempermudah penyampaian materi pelajarannya dan agar peserta didik dapat menerima, memahami serta mengaplikasikan apa yang diajarkan oleh beliau dengan baik, maka Rasul menggunakan beberapa metode. Metode yang digunakan cukup bervariasi, dikemas dengan sedemikian rupa, sehingga Islam bisa menyebar sesuai dengan yang diharapkan oleh Nabi Muhammad SAW.


DAFTAR PUSTAKA

Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei. 2002. Metode Dakwah Rosululloh. Bandung: Pustaka Setia
Badri Yatim. 2011. Sejarah Peradaban IslaM. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Mustafa Yaqub Ali. 1997. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka Firdaus


[1] Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei, Metode Dakwah Rosululloh, Bandung: Pustaka Setia, 2002, hal. 103-104.
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, hal. 9-10.
[3] Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei, Metode Dakwah Rosululloh, Bandung: Pustaka Setia, 2002, hal.104.
[4] Ibid.
[5] Ibid., hal. 105.
[6] Mustafa Yaqub Ali, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997, hal. 133.

ANALISIS KESULITAN BELAJAR (MATEMATIKA) PADA PESERTA DIDIK


ANALISIS KESULITAN BELAJAR (MATEMATIKA)
PADA PESERTA DIDIK

A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Penelitian
Pendidikan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena dengan pendidikan manusia dapat berdaya guna dan mandiri. Selain itu, pendidikan ialah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Oleh karena itu, pendidikan sangat penting dalam rangka mencerdaskan anak didik.
Kita semua mengetahui bahwa proses belajar mengajar merupakan kegiatan sosial, dalam dunia pendidikan saat ini kita dihadapkan pada masalah yang lebih kompleks di mana sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan zaman yang akan dapat bertahan. Pada kenyataannya semua bidang keilmuan  maupun sektor kehidupan kita selalu dihadapkan pada masalah yang memerlukan pemikiran dan tindakan sebagai pemecahannya.Dan guru memegang peranan penting dalam upaya memecahkan permasalahan yang dihadapi pendidikan tersebut. Guru adalah salah satu komponen pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang langsung berhubungan dengan siswa baik objek belajar maupun subjek belajar.
Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2010:2). Belajar membawa perubahan bagi mereka yang melakukan belajar tersebut. Perubahan tingkah laku bukan hanya menyangkut pengetahuan saja akan tetapi lebih dari pada itu yaitu perubahan kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, dan lain-lain yang berhubungan dengan pribadi seseorang.
 Pada prakteknya pelaksanaan belajar tidak selalu lancar dan berhasil dengan baik. Terkadang dalam proses belajar yang tidak lancar itu diakibatkan karena adanya hambatan atau kesulitan siswa dalam belajar. Secara umum kesulitan belajar yang dihadapi siswa bukan hanya pada mata pelajaran yang bersifat alamiah saja akan tetapi lebih dari pada itu. Mata pelajaran yang bersifat hitung-menghitung, berhubungan dengan angka-angka dan rumus-rumus kerap kali mendatangkan kesulitan bagi siswa atau peserta didik. Misal saja Mata Pelajaran Matematika.
Berdasarkan pengamatan, bahwa pemberian materi pelajaran Matematika sebenarnya sudah dimulai sejak peserta didik duduk di bangku pendidikan dasar hingga duduk di perguruan tinggi. Tingkat kesulitan pun saya rasa sudah disesuaikan dengan usia peserta didik disetiap tingkat jenjang pendidikan. Namun dari penelitian yang dilakukan fakta terkait dengan kesuliatan pembelajaran pada materi pelajaran Matematika, masih banyak dirasakan oleh peserta didik.Hal tersebut bisa dilihat dari hasil belajar yang dilihat dari penilaian wujud skor (angka). Ada beberapa siswa yang tidak pernah mendapatakan  nilai dengan skor 100 pada materi tersebut.
Hasil pengamatan penulis menunjukkan bahwa masih sulitnya siswa dalam mengerjakan soal perhitungan Matematika ditunjukkan dengan hasil belajar yang dicapai masih dibawah rata-rata, lambatnya dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, dan terkadang siswa acuh tak acuh terhadap tugas yang diberikan sehingga dalam proses pengerjaan dan kertas kerja masih banyak mengalami kesalahan, dan berpengaruh pada hasil belajar yang dicapai.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui apa penyebab kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam proses pembelajaran Matematika yaitu dengan judul Penyebab Kesulitan Siswa dalam Memahami Materi Pelajaran Matematika dan Hubungannya dengan Hasil Belajar matematika.

2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a.       Apakah yang menyebabkan kesulitan siswa dalam memahami materi pelajaran Matematika ?
b.      Bagaimanah hubungan  kesulitan siswa dalam memahami materi pelajaran Matematika dengan hasil belajar siswa ?

3.      Tujuan
Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka tujuan penelitian adalah untuk:
a.       Mengetahui faktor apa yang menyebabkan kesulitan siswa dalam memahami materi pelajaran Matematika ?
b.      Mengetahui apakah terdapat  hubungan antara faktor kesulitan siswa dalam memahami materi pelajaran Matematika dengan hasil belajar siswa ?

B.     KAJIAN KASUS
Kesulitan siswa dalam memahami materi pelajaran matematika merupakan kondisi di mana siswa tidak dapat belajar akibat adanya gangguan-gangguan yang dialami siswa yang berasal dari dalam diri siswa yaitu kondisi fisiologis siswa dan dari luar diri siswa yang meliputi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat dan ditandai dengan menurunnya hasil belajar. Hasil belajar merupakan nilai yang diperoleh siswa setelah melakukan proses pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk angka.
Objek pengamatan saya adalah seorang siswa yang masih duduk di bangku pendidikan SMP, yaitu:
Nama                             : Nani Muftihah
Tempat/Tanggal Lahir   : Banyumas, 17 Juni 1999
Kelas                             : VIII
Sekolah                         : SMP Negeri 01 Sampang - Cilacap
Umur                             : 13 th
Alamat                           : Desa Randegan Rt 04/ Rw 3
                                        Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas

C.    KERANGKA TEORI
1.      Pengertian Belajar
Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan baik yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Djamarah (2008:13) bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Menurut Muhibbin belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan kognitif.[1]
Dari beberapa uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan, baik perubahan tingkah laku maupun aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan. Perubahan ini dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti bertambah pengetahuannya kecakapan semakin kuatnya daya penerimaan dan reaksinya serta aspek lain yang ada pada diri individu yang bersangkutan.
Bukti seseorang telah belajar adalah terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.Menurut Hamalik (2007:30) memberikan pengertian hasil belajar adalah sesuatu yang tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.Perubahan tersebut diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut seperti, pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap.[2]
Sedangkan menurut Slameto (2010:3-5) ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar yaitu:
a.       Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah. Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.
b.      Perubahan dalam belajar bersifat kontinue dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang akan terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya.
c.       Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perubahan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan bertujuan untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari yang sebelumnya.Dengan demikian makin banyak usaha belajar dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.
d.      Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja seperti berkeringat, keluar air mata, bersin dan sebagainya tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen.
e.       Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Perubahan terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.  Misalnya seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkanapa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang akan dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah ditetapkan.
f.        Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui sesuatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.[3]
2.      Pengertian Hasil Belajar
Menurut Hamalik (2007:30) memberikan pengertian tentang hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik darisebelumnya dan yang tidak tahu menjadi tahuSementara, menurut Dimyanti dan Mudjiono (2006:3), hasil belajar merupakan hasil dari interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah mengalami tindak belajar dan tindak mengajar oleh guru yang akan diaplikasikan ke dalam bentuk angka.
Menurut Bloom dkk (dalam Mudjiono dan Dimyanti, 2006:26-30) menggolongkan hasil belajar menjadi tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu:
a. Pengetahuan atau ingatan
b. Pemahaman
c. Aplikasi
d. Analisis
e. Sintesis
f. evaluasi
2. Ranah afektif berkenaan den-ean sikap yang terdiri dari 5 aspek yaitu:
a. Penerimaan
b. Jawaban atau reaksi
c. Penilaian
d. Organisasi
e. lntemalisasi
3. Ranah psikomotorik berkenaan dengan keterampilan kemampuan bertindak.
a. Persepsi
b. Kesiapan
c. Gerakan terbimbing
d. Gerakan terbiasa
e. Gerakan kompleks
f. penyesuaian pola gerakan
g. kreatifitas
Diantara ketiga (3) kawasan tersebut, kemampuan kognitiflah yang sangat sering dinilai karenakemampuan ini berkaitan dengan kemampuan intelektual siswa dalam menguasai materi pelajaran.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar[4]:
a.       Faktor Internal
1)      Fisik
a)      Keadaan Panca Indera
b)      Kondisi Fisik Umum
2)      Psikologis
a)      Variabel nonkognitif
-          Minat
-          Motivasi
-          Variabel
b)      Kemampuan Kognitif
-          Kemampuan Khusus (bakat)
-          Kemampuan Umum (Intelegensi)
b.      Faktor Eksternal
1)      Fisik
a)      Kondisi Tempat Belajar
b)      Sarana dan Perlengkapan Belajar
c)      Materi Pelajaran
d)      Kondisi Lingkungan Belajar
2)      Sosial
a)      Dukungan social
b)      Pengaruh Budaya



3.      Kesulitan Belajar Siswa
a.       Pengertian
Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasi.  Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Menurut Hammil, et al, 1981 (dalam Subini, 2011:14) salah satu bentuk  kesulitan belajar adalah berhitung. kesulitan berhitung atau metematika (dyscalculia learning) merupakan suatu gangguan perkembangan kemampuan aritmatika atau keterampilan matematika yang jelas mempengaruhi pencapaian prestasi akademika atau mempengaruhi kehidupan sehari-hari anak.
Menurut Mulyadi (2010:6-7) Kesulitan belajar mempunyai pengertian yang luas dan kedalamnya termasuk pengertian-pengertian seperti:
1)      Learning Disorder (ketergangguan belajar)
Adalah keadaan di mana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya orang yang mengalami gangguan belajar, prestasi belajarnya tidak terganggu, akan tetapi proses belajarnya yang terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan. Dengan demikian hasil belajarnya lebih rendah dari potensi yang dimiliki.
2)      Learning Disabilities (ketidakmampuan belajar)
Adalah ketidakmampuan seseorang murid yang mengacu kepada gejala di mana murid tidak mampu belajar, sehingga hasil belajarnya di bawah potensi intelektualnya.
3)      Learning Disfungtion (ketidakfungsian belajar)
Menunjukkan gejala di mana proses belajar tidak berfungsi dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat dria atau gangguan-gangguan psikologis lainnya.
4)      Under Achiever (pencapaian rendah)
Adalah mengacu kepada murid-murid yang memiliki tingkat potensi intelektual di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
5)      Slow Learner (lambat belajar)
Adalah murid yang lambat dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu dibandingkan dengan murid-murid yang lain yang memeliki taraf potensi intelektual yang sama.

b.      Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang anak biasanya tanpak jelas dari menurunnya kenerja akademik atau belajarnya. Menurut Abdurrahman (2003:13) penyebab utama kesulitan belajar (Learning disabilities) adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat. Menurut Muhibbin Syah faktor-faktor penyebab kesulitan belajar antara lain:
1.            Faktor intern anak didik
a.       Ranah cipta (kognitif), antara lain seperti rendahnya kapasistas intelektual/inteligensi anak didik. Dalam hal ini, diketahui bahwa terdapat istilah yang digunakan untuk mendefinisikan tingkat kesulitan belajar pada ranah kognitif, yaitu Tangensial.[5]

b.      ranah rasa (afektif), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap. Bahwa suasana perasaan yang dihayati secara sadar, bersifat kompleks, melibatkan pikiran, persepsi, dan perilaku individu yang labil dapat menjadi salah satu penyebab adanya kesulitan belajar.[6]
c.       Ranah karsa (psikomotor), antara lain seperti terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
2.        Faktor ekstern anak didik
a.       lingkungan keluarga, contohnya; ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b.      Lingkungan masyarakat, contohnya; wilayah perkampungan kumuh dan teman sepermainan yang nakal.
c.       Lingkungan sekolah, contohnya; kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk.[7]
Koestoer (dalam Mulyadi, 2010:30-40) mengidentifikasikan kemungkinan sebab kesulitan belajar menjadi empat kategori:
1.            Kondisi-kondisi fisiologis yang permanen, meliputi:
a.       Intelegensi yang terbatas;
Setiap golongan anak mempunyai kemampuan intelegensi yang berbeda-beda, padahal kemampuan intelegensi tersebut sangat berpengaruh terhadap belajar anak. Anak yang mempunyai kemampuan intelegensi terbatas, kurang mampu menguasai konsep-konsep yang abstrak dengan kecepatan sama seperti teman-temannya yang mempunyai kemampuan integensi lebih tinggi.
b.      Hambatan persepsi;
Barangkali seseorang dapat melihat dn mendengar secara lebih jelas, tetapi ketika perangsang penglihatan dan pendengaran sampai pada otaknya mengalami gangguanoleh mekanisme penafsiran/persepsi images, sehingga salah penafsiran informasi yang diperoleh.
c.        Hambatan penglihatan dan pendengaran.
Indera yang terpenting dalam untuk belajar di sekolah adalah penglihatan dan pendengaran. Berdasarkan hasil yang penelitian ternyata dalam kegiatan komunikasi penggunaan panca indera oleh individu menunjukkan prosentase sebagai berikut:
1)      Indera rasa 1 %
2)      Indera Peraba 1%
3)      Indera pencium 3,5%
4)      Indera rungu 11%
5)      Indera penglihatan 83%
2.             Kondisi-kondisi fisiologis yang temporer, meliputi:
a.       Masalah makanan;
Pada waktu tubuh seseorang bekerja secara efisien maka diperlukan struktur yang baik seperti mata yang baik, otak yang sehat dan pengisian bahan bakar atau makanan yang cukup dan bergizi untuk membentuk tubuh. Anak yang kekurangan vitamin, protein atau kekurangan substansi lain yang diperlukan, maka dampak negatifnya akan merasa cepat capai, tidak dapat memusatkan perhatian kegiatan belajar.
b.      Kecanduan;
Kecanduan alkohol, ganja dan sejenisnya dapat menimbulkan ketagihan.Pada mulanya kebiasaan itu kelihatan tidak berbahaya dan gampang ditinggalkan, tetapi sebelum bahaya itu disadari, kuasa kemauan sudah hilang sehingga kebiasan itu sudah tidak dapat ditinggalkanlagi.Pada saat kecanduan, tidak dapat memusatkan perhatian dan sulit memahami konsep-konsep baru.
c.       Kelelahan;
Kondisi fiologis pada umumnya sangat mempengaruhi prestasi belajar seseorng.Dalam kondisi kelelahan seseorang tidak dapat menerima pelajaran, bahkan mudah mengantuk, sehingga prestasi belajarnya rendah.
3.            Pengaruh-pengaruh sosial yang permanen, meliputi:
a.       Harapan orang tua terlalu tinggi, tidak sesuai dengan kemampuan anak;
Setiap orang tua mengharapkan anaknya berhasil dalam studi.Meskipun kadang-kadang tanpa memperlihatkan kemampuan/taraf intelegensi anak tersebut.Seorang yang belajar dalam tekanan orang tua, sementara kemampuannya terbatas berakibat pada perilaku yang menympang bagi anak itu sendiri.
b.      Konflik keluarga
Pada dasarnya, setiap orang ingin hidup bahagia dalam keluarga mereka. Dalam suasana bahagia, saling mencintai, dan penuh kasih akan menciptakan rasa tenang, sehingga anak akan tumbuh secara seimbang. Sebaliknya jika dalam keluarga penuh konflik akan menyebabkan anak mengalami kecemasan dan akan menimbulkan kesulitan belajar pada anak.
4.            Pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang temporer
a.       Ada bagian-bagian dalam urutan belajar yang belum dipahami;
Murid akan terdorong mempelajarai hal baru, jika telah memiliki bekal yang merupakan prasyarat bagi pelajaran itu. Jika guru mengabaikan hal ini bisa menimbulkan kesulitan belajar murid dan murid akan frustasi terutama mereka yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran.
b.      Kurang adanya motivasi.
Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Adanya motivasi dapat mendorong belajar sebaliknya kurang adanya motivasi akan memperlemah semangat belajar.




c.       Kriteria Gejala Kesulitan Belajar
Menurut Markus, 2004 (dalam Damayanti, 2007:17) ciri-ciri tingkah laku kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
1.      Menunjukkan hasil belajar yang rendah.
2.      Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan.
3.      Lambat dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajar.
4.      Menunjukkan sikap yang kurang wajar.
5.      Menujukkan tingkah laku yang berlainan.
6.      Menunjukkan gejal emosional yang kurang wajar.


D.    HASIL PENELITIAN
Setelah diketahui berbagai teori terkait dengan masalah belajar, hasil belajar, dan kesulitan belajar, disini pemakalah akan menyajikan hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu tentang factor penyebab kesulitan memahami materi mata pelajaran Matematika dan bagaimana dengan hasil belajarnya.
Adapun metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah wawancara langsung dengan objek yang saya teliti.
Tabel Hasil Belajar Matematika:
Nama
Mata Pelajaran
Nilai
KKM
Semester I
Semester II
Nani Muftihah
Matematika
71
76
82
Sumber: Laporan Hasil Belajar 2011/2012.

Dari table tersebut, diketahui bahwa hasil belajar Nani Muftihah pada semester I bisa dikatakan cukup (tuntas), tetapi belum masuk dalam kategori bagus. Hal tersebut tentunya terjadi karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab.

Dari hasil wawancara saya dengan Nani Muftihah, dia menjelaskan beberapa faktor penyebab tersebut, yaitu:
1.         Terdapat kesulitan dalam pemahaman materi matematika.
2.         Faktor Penyebab kesulitan :
a.       Intern
-          Kurang berminat untuk mempelajari mata pelajaran matematika.
-          Tidak ada motivasi dari diri individu tersebut.
-          Memiliki kemampuan intelegensi rata-rata
b.      Ekstern
-          Guru / tenaga pendidik tidak menarik ketika menyampaikan mata pelajaran tersebut.
-          Keadaan kelas yang kurang baik
-          Orang tua kurang memberikan motivasi untuk belajar
Kemudian di semester II, terlihat bahwa nilai Matematika Nani Muftihah lebih tinggi dari semester I. Hal ini disebabkan karena dia melakukan perbaikan-perbaikan. Diawali dari intern diri dia sendiri, dia mulai berusaha menyukai mata pelajaran Matematika, kemudian dia sering berlatih dengan soal-soal. Selain itu, di semester II ternyata dia mendapatkan guru yang lebih bagus dalam teknik mengajarnya dibandingkan dengan guru yang mengajar pada semester I.

E.     LANGKAH-LANGKAH MENGATASI KESULITAN BELAJAR
Menurut Djamarah (2008:250-254) secara garis besar, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar pada anak didik, dapat dilakukan melalui enam tahap, yaitu:
1.      Pengumpulan data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar diperlukan banyak informasi.Untuk memperoleh informasi perlu diadakan pengamatan langsung terhadap objek yang bermasalah dengan alat pengumpul data.

.
2.      Pengolahan data
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka pengolahan data adalah sebagai berikut;
a)      identifikasi kasus;
b)      membandingkan antar kasus;
c)      membandingkan dengan hasil tes; dan
d)      menarik kesimpulan.
3.      Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan mengenai hasil dari pengolahan data.
4.      Prognosis
Keputusan yang diambil berdasarkan hasil diagnosis menjadi dasar pijakan dalam kegiatan prognosis.Dalam prognosis dilakukan kegiatan penyusunan program dan penetapan ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak untuk membantunya keluar dari kesulitan belajar.
5.      Treatment
Treatment adalah perlakuan atau pemberian bantuan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis.
6.      Evaluasi
Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan berhasil dengan baik atau tidak.
Selain itu, ada juga beberapa kiat yang digunakan untuk mengatasi kesulitan belajar, yaitu:
1.      Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.[8]
2.      Mengidentifikasi dan menentukkan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan.
Bidang-bidang kecakapan bermasalah ini dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu:
a.       Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri.
b.      Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua.
c.       Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru maupun orang tua.
3.      Menyusun program perbaikan
Dalam hal menyusun program pengajaran perbaikan (remedial teaching), sebelumnya guru menetapkan hal-hal sebagai berikut:
a.       Tujuan pengajaran remedial
b.      Materi pengajaran remedial
c.       Metode pengajaran remedial
d.      Alokasi waktu pengajaran remedial
e.       Evaluasi kemjuan siswa setelah mengikuti program pengajaran remedial.[9]

F.     KESIMPULAN
Dari penjelasan hasil penelitian diatas, bisa disimpulkan bahwa Mata Pelajaran Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang memerlukan pemahaman dan latihan yang maksimal untuk mendapatkan hasil belajar yang bagus dan memuaskan. Akan tetapi hal tersebut akan berbeda ketika dalam diri seorang peserta didik mengalami kesulitan untuk mempelajari Matematika, yang tentunya disebabkan oleh banyak faktor baik faktor intern maupun faktor ekstern.Selain itu, efek dari kesulitan belajar ini pun, ternyata berpengaruh pada hasil belajar siswa.Hasil belajar yang dituangkan dalam bentuk angka.Oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya yang harus dilakukan untuk menngatasi kesulitan belajar itu, sehingga hasil belajar siswa bisa dicapai dengan maksimal.


DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saefudin. 2002. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Goleman, Daniel. 2003. Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kuswana. 2011. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Schultz, Duane. 1991. Psikologi pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.
Syah, Muhibin. 2010. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


[1] Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hal. 64.
[2]www.slideshare.com
[3]www.slideshare.com
[4] Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Intelegensi,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal.165.
[5]Kuswana, Taksonomi Berpikir,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya), hal.233.
[6]Ibid., hal. 237.
[7]Muhibin Syah,  Psikologi Belajar, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada), hal. 184.
[8] Muhibin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada), hal.188-189.
[9]Ibid., hal. 191.